ADAKAH.ID, SAMARINDA – Ahmad Sutiardi (66) memeluk erat gumpalan berbalut sarung berisi uang sejumlah puluhan juta. Tak ada siapapun yang tahu untuk apa uang sebanyak itu. Ia hanya diam, lalu pergi untuk selamanya.
Hari Jumat (16/6/2023) seorang pria tanpa identitas ditemukan tak bergerak pada sebuah warung makan di jalan Flores, Kelurahan Pelabuhan, Samarinda, Kalimantan Timur.
Tak ada yang menyangka, bahkan pemilik warung makan itu. Namun lagak pria yang sudah sering berkunjung itu tak biasa. Saat diajak bicara tak merespon. Ditawarkan segelas air pun tak menjawab. Lantas dibuatkan segelas teh panas. Hingga dingin pun tak disentuhnya.
“Cerita kronologis dari pemilik warung itu, korban disapa pemilik warung, kok kenapa diem aja,” ujar Kepala Sub Unit INAFIS Polresta Samarinda, Aiptu Harry Cahyadi kepada awak media, pada Kamis (7/7/2023).
“Kamu sakit kah, gitu kata pemilik warung,” kutipnya.
Harry melanjutkan, pemilik warung heran saat waktu menunjukkan pukul 10 malam, korban tidak beranjak keluar, padahal warung hendak tutup. Penasaran makin tinggi, hingga jam 12 malam korban juga tak bergerak. Dirabanya tubuh untuk dibangunkan. Akan tetapi pria itu sudah tak bernyawa sambil memeluk gumpalan berbalut sarung.
“Kok tetap tidak bergerak, begitu dibangunkan kok masih gak bergerak, lalu pemilik warung melapor ke INAFIS,” kata Harry.
Setelah Unit INAFIS Polresta Samarinda mengevakuasi jenazah pria itu. Tidak ditemukan data identitas, sehingga korban dinyatakan sebagai mister X. Kemudian jenazah dibawa ke RSUD AW Syahranie untuk dilakukan pemeriksaan.
“Karena tidak ada identitas, di E-TKP juga tidak terdeteksi, maka korban langsung kami makamkan,” ujar Harry.
Sementara itu, di dalam balutan sarung yang dipeluk korban ternyata berisi uang dengan ragam pecahan. Setelah dihitung jumlahnya Rp24.850.000. Tidak ada yang mengerti uang sebanyak itu hendak diapakan.
Pasalnya, uang puluhan juta itu dalam kondisi terbelah dua. Bukan disobek menjadi dua, tapi di kelupas hingga dua sisi uang itu terpisah. Hal yang tak gampang dilakukan.
Informasi terkait seorang pria yang meninggal dunia dengan memeluk uang puluhan juta rupiah pun kemudian dipublikasi ke media sosial, tujuannya agar menjaring keluarga atau kerabat yang mengenal pria tersebut.
Tak lama setelah publikasi itu, Seorang perempuan bernama Arida Nimiwaty (63) datang ke markas Unit INAFIS Polresta Samarinda di jalan Mulawarman, kelurahan Pelabuhan. Arida mengaku anggota keluarga pria yang meninggal di warung makan itu.
“Nama aslinya Ahmad Sutiardi, kakak kandung saya,” ungkap Arida kepada awak media saat bertemu di Mapolresta Samarinda.
Arida menjelaskan, kakaknya sejak tahun 1978 sudah mengidap sakit. Ia mengaku sering memintanya untuk pulang namun selalu menolak.
“Dia bisa pulang kalau merasa sakit, dia pulang paling satu jam dua jam, setelah itu kembali lagi, nggak tau lagi kita,” terang Arida.
Soal uang puluhan juta itu, Arida mengatakan setahu dia kakaknya tidak pernah meminta-minta kepada orang. Bahkan ketika Arida memberi uang, Sutiardi selalu menolak, dan malah balas memberi uang ke adiknya.
“Saya kasih 50ribu, malah dia kasih juga saya 50ribu,” tuturnya.
Oleh Unit INAFIS jenazah Ahmad Sutiardi dikebumikan pada pemakaman Muslimin di jalan Sentosa, Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Samarinda, sehari setelah ia ditemukan tewas (17/7/2023).
Petugas memastikan uang korban yang terbelah dua kepada pihak Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim). Hasilnya uang tersebut dinyatakan asli dan dapat kembali ditukarkan dengan uang yang baru. Namun keluarga harus merekatkan kembali uang itu.
Hari Selasa (4/7/2023), INAFIS mendapingi keluarga korban menukar uang. Total yang bisa ditukar yakni Rp24.150.000, sementara Rp700.000 sisanya tidak bisa ditukarkan karena kondisi rusak berat.
“Kami membantu menukarkan uang ini ke Bank Indonesia, semoga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ucap Kepala Satuan Reserse Kriminal Komisaris Polisi Rengga Puspo Saputro saat menyerahkan uang mendiang kepada Arida.
Setali tiga uang, pihak Bank Indonesia mengaku baru pertama kali menemukan kasus uang terbelah dua, bukan disobek. Hal yang tak gampang dilakukan. Bahkan bisa disebut perrama kali dalam sejarah Indonesia.
“Uang almarhum akan kami gunakan menggantikan biaya pemakaman dan donasi ke panti asuhan,” pungkas Arida. (HI)