• Berita
  • Masalah Teras Samarinda Jadi Preseden Buruk Pengawasan Hukum Perburuhan

Masalah Teras Samarinda Jadi Preseden Buruk Pengawasan Hukum Perburuhan

Caption: Suasana Dialog dengan Tema Teras Samarinda di ruang pikir kopi, kawasan Vorvo Samarinda, Jum'at malam (7/3/2025).(Adakah.id)

ADAKAH.ID, SAMARINDA – Buruh kembali menjadi korban pengusaha.
Setelah bekerja, upah 84 pekerja Teras Samarinda belum dibayar. Selama 8 bulan belakangan Buruh dan keluarganya tak tentu nasib.

Para buruh yang didampingi Tim Reaksi Cepat – Perlindungan Perempuan dan Anak, Sudirman mengatakan, jauh sebelum kasus ini mencuat, 3 kali mediasi yang difasilitasi Disnaker Kota Samarinda dilakukan.

“3 kali tidak hadir. Disnaker sudah kasih anjuran kepada perusahaan untuk membayar upah buruh. Tapi anjuran itu tidak dilaksanakan,” kata Sudirman pengacara buruh hari Jum’at (7/3/2025).

Pelanggaran hak Buruh di kota Samarinda kerap terjadi, sebelumnya buruh Plywood, Loa Janan Ilir menuntut hal yang sama.

Semangat menata kota Samarinda tampaknya belum menyentuh kerja birokrasi dalam mengawasi perusahaan yang bandel atau tidak patuh pada UU Ketenagakerjaan.

Sebagaimana disampaikan praktisi hukum, Andy Akbar menyebutkan. Antara buruh dan pengusaha memiliki perjanjian kerja dan terikat antar pihak. Jika kesepakatan itu dilanggar maka berkonsekuensi terhadap hukum.

Terkait dengan upaya Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda memanggil pihak eks pekerja dan perusahaan PT SAIP. Seharusnya negara atau pemerintahan itu berperan dalam melindungi hak-hak warganegara sebelum masalah itu muncul.

“Kasus ketenagakerjaan eks pekerja sudah cukup panjang selama setahun. Lalu pertanyaannya bagaimana seharusnya peran pemerintah ?,” ucapnya.

Peran pemerintah lewat melalui mediasi Kejari jadi salah satu langkah inisiatif yang cukup baik ditengah kejelasan pembayaran upah buruh Teras Samarinda yang masih gelap. 24 Maret 2025 adalah kesempatan perusahaan, yakni menyelesaikan upah para buruh dengan kesanggupan 70 persen dilaksanakan.

“Terkait Kejari memanggil perusahaan. Yang terpenting adalah hak buruh dibayarkan. Adanya isu terkait hal lainnya di luar ketenagakerjaan biarlah penegak hukum bekerja,” imbuhnya.

Namun yang pasti menurut Andy Akbar, masalah ini menjadi perhatian terlebih pemerintah untuk mengawasi hubungan industrial ketenagakerjaan di Kota Samarinda. Menurutnya bisa saja ada kasus – kasus ketenagakerjaan lainnya yang belum muncul. Pemerintah harus mengantisipasi dengan melakukan pengawasan.

“Masalah perburuhan di Teras Samarinda seperti puncak bola gunung salju. Harus diselesaikan, jika tidak segera tunggu kapan lagi?. Kita tidak bisa menunggu gunung es ini menggelinding cepat dan menghancurkan semua yang dilaluinya,” tegasnya.

Publik menginginkan pemerintahan kota Samarinda yang berkeadilan dan mampu mensejahterakan warganya, melalui tugas dan fungsinya yang melekat. Menerapkan prinsip good governance di segala lini itulah kehendak politik wali kota Samarinda Andi Harun di periode pertama. Pada periode keduanya kali ini. Langkah itu bisa dimulai dengan kerja maksimal birokrasi di pemerintahan untuk melindungi masyarakat kecil. (J)

.

MASUKAN KATA KUNCI
Search