ADAKAH.ID, BALIKPAPAN – Maydiawati (57) pengusaha kelontong menanti vonis Majelis Hakim, R. Aji Suryo (Ketua) serta Arum Kusuma Dewi (Anggota) dan Rusdhiana Andayani (Anggota) tanggal 11 September 2024 mendatang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
Sidang terdakwa penyekapan karyawan toko Satria Balikpapan memasuki babak baru.
Kamis (5/9/2024) kemarin, PN Balikpapan menggelar sidang Duplik terdakwa atau tanggapan Penasihat Hukum (PH) atas tanggapan JPU terhadap pledoi Maydiawati sebelumnya.
PH Maydiawati, Latif membeberkan ada ketidaksamaan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Entin Pasaribu yang menyebut kliennya melakukan penyekapan dan perbuatan tidak menyenangkan dan dijerat Pasal 333 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara dan rekannya Mardiah, 1 tahun penjara.
Register perkara pidana nomor : 366/Pid. B/2024/PN.Bpp.
“Ada dua dakwaan dan ada unsur yang tidak disebutkan dalam dakwaan, lalu ada pasal yang dinulir Mahkamah Konstitusi (MK) tetap digunakan,” kata Latip seusai sidang.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor : 1 / PUU – XI / 2013
menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dengan kata lain frasa pada pasal
perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
Mahkamah Konstitusi menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan
yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah
menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, perbuatan apa saja
yang termasuk perbuatan tidak menyenangkan yang mana merupakan
implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan
penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan.
Selain itu menurutnya, dalam menghadirkan saksi, ada saksi yang tidak dimasukkan namun tiba-tiba dimasukkan.
“Jadi ibaratnya mengcopy paste dari penyidik saja tapi tidak ada analisis hukum yang mampu membuktikan terdakwa bersalah,” tegas Latip.
Ditambahnya, terdakwa tidak melakukan tindakan penyekapan kepada karyawan toko. Namun ia menyebut memang ada kegiatan mengunci pintu. Tetap dalam kasus ini berkembang, seolah hanya satu pintu yang disoal padahal sebenarnya di toko Satria ada banyak pintu.
“Tujuan terdakwa adalah untuk membuka pintu, karena mulai dari tahun 2022 tidak diberi nafkah suami yang juga menguasai toko Satria Balikpapan. otomatis terdakwa Maydiwati mengunci pintu dengan harapan bisa dibuka oleh terdakwa,” terangnya.
Sebagai informasi, peristiwa terjadi pada tanggal 20 Februari 2024 lalu di Toko Satria.
Pada saat itu ada karyawan di toko. Disaat itu terjadilah cekcok mulut antara Terdakwa dan Karyawan (Pelapor) karena dapat perintah suami.
Lebih lanjut kata Latip, tindak pidana penyekapan ada 3 unsur yaitu perintah masuk, larangan untuk keluar, dan tujuan yang dicapai.
“Sampai dengan agenda sidang duplik, JPU tidak bisa membuktikan hal tersebut,” ungkapnya. (Joy)