Opini Darmawansyah – Serikat Buruh Samarinda
ADAKAH.ID, SAMARINDA – Baru-baru ini kabar buruk datang menghampiri kita semua, kabar tersebut datang melalui Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan, sebab dalam beberapa pasal yang terdapat di dalam PP 51/2023 dimungkinkan tidak adanya kenaikan upah minimum.
Jika kita merujuk pada perubahan Pasal 26 Ayat (9) PP No 51/2023 yang menyebutkan, jika nilai penyesuaian upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) lebih kecil atau sama dengan 0 (nol), upah minimum yang akan ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan. Hal yang sama juga bisa ditemui dalam Pasal 26A Ayat (5) yang mengatur, jika pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bernilai negatif, nilai upah minimum tahun berikutnya ditetapkan sama dengan nilai upah minimum tahun berjalan, jikapun naik maka kenaikannya kemungkinan sangat kecil.
Tolak Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan, di sisi lain menurut Analisa partai buruh (dalam https://www.cnbcindonesia.com/13/11/2023). Bahwa PP No 51/2023 tersebut menetapkan yang dimaksud dengan “inflasi”.
Adalah inflasi provinsi yang dihitung dari perubahan indeks harga konsumen periode September tahun berjalan ,terhadap indeks harga konsumen periode September tahun sebelumnya (dalam persen). Sedangkan yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi yaitu Bagi provinsi, dihitung dari perubahan produk domestik regional bruto harga konstan provinsi kuartal I, kuartal II, kuartal III tahun berjalan, dan kuartal IV pada tahun sebelumnya terhadap produk domestik regional bruto harga konstan provinsi kuartal I, kuartal II, kuartal III tahun sebelumnya, dan kuartal IV pada dua tahun sebelumnya (dalam persen).
Sedangkan bagi kabupaten/kota, dihitung dari perubahan produk domestik regional bruto harga konstan kabupaten/ kota tahun sebelumnya terhadap produk domestik regional bruto harga konstan kabupaten/kota dua tahun sebelumnya (dalam persen).
Sementara itu, indeks sebagaimana dimaksud, merupakan variabel yang berada dalam rentang nilai 0,10 sampai dengan 0,30. Jadi jelas-jelas kebijakan yang berorientasi kepada pengusaha, berapa pun nilai pertumbuhan ekonomi, kalau dikalikan 0,1 – 0,3 maka nilainya akan menjadi lebih kecil. Jadi penetapan indeks tertentu sebesar 0,10 – 0,30 jelas-jelas kebijakan berorientasi pada upah murah. Sebagai tawarannya Partai Buruh melihat, nilai indeks tertentu yaitu 1,0 sampai dengan 2,0. Dan, ketika nilai upah minimum tahun berjalan pada wilayah tertentu melebihi rata-rata konsumsi rumah tangga dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada provinsi atau kabupaten/kota, nilai penyesuaian upah minimum dihitung dengan ketentuan adalah pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks tertentu dan upah minimum berjalan.
Tidak memasukkan Inflasi. Padahal inflasi artinya nilai uang berkurang, sehingga bisa dipastikan kenaikan upah yang tidak memperhatikan inflasi akan menyebabkan buruh kehilangan daya beli.
Disinilah letak logika pemerintah sesat berfikir.
Tolak Kenaikan Ump 4,89% Di Kaltim
Sebagai turunan dari PP No 51/2023
pemerintah Kalimantan Timur menaikan UMP hanya sebesar 4,89% yang berarti naik Rp 159.462.
UMP sebelumnya tahun 2023 berjumlah Rp 3.201.396. yang sekarang menjadi Rp 3.360.858. padahal jika kita memakai logika perhitungan partai buruh di atas pemerintah dapat menaikkan upah hingga 15%. Sebab di Kalimantan Timur menurut Bps Kaltim, pertumbuhan ekonomi Triwulan III-2023 (y-on-y) yang bernilai positif terjadi di semua provinsi di Pulau Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Pulau Kalimantan, yaitu mencapai 45,90 persen. Pertumbuhan terbilang sangat tinggi dari sebelumnya. Ditambah lagi dari sisi produksi, Lapangan Usaha Konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 22,21 persen.
Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 34,74 persen.
Artinya pemerintah lebih banyak menggelontorkan dana untuk kebutuhan rumah tangga dan lainnya ketimbang memangkasnya untuk mendorong kenaikan upah para pekerja/buruh.
Disamping itu Menurut Data BPS tahun 2023 Inflasi naik 0,19% terhitung pada bulan oktober tahun 2023, dari bulan sebelumnya 0,02% di bulan agustus 2023 dan 0,12% pada bulan September.
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Artinya kenaikan harga bahan pokok dan lainnya terus naik tetapi upah/gaji buruh tidak naik sesuai dengan tingginya Inflasi.
Belum lagi soal 25 persen upah buruh yang sudah dipotong melalui Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, sekarang harus rebound karena ekonomi sudah naik.
Akibat dari rendah upah buruh, maka sebanyak 1.950.860 buruh di kaltim akan terancam menderita.
Buruh, Mahasiswa dan Gerakan Masyarakat sipil Harus Bersatu
Rendahnya upah buruh tentu tidak saja berdampak pada buruh saja, tetapi juga pada pemuda-mahasiswa yang akan tak dapat menjangkau Pendidikan tinggi karena tidak adanya biaya, begitupun Masyarakat umum lainnya yang merasakan penderitaan yang sama. Momentum ini seharusnya menjadi titik penyatuan Gerakan Masyarakat sipil agar dapat bergerak memenuhi jalan-jalan raya dan Gedung Gedung pemerintah yang selama ini tidak memihak pada kepentingan orang-orang miskin.
Tidak sampai disitu, kita seharusnya dapat membangun persatuan dan mentranformasikannya menjadi sebuah alat politik untuk melawan dan masuk kedalam parlemen mengubah system pengupahan, system Pendidikan dan atau sistem politik yang carut marut dan cenderung selalu memihak kepada orang-orang kaya dan pemilik modal yang telah menguasai pemerintahan kita selama ini. (***)