Tulisan berjudul Konflik Timur-Tengah Memicu Gejolak Kebijakan Subsidi Energi Indonesia ini ditulis oleh Lyra Syahidatul Aisyah Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Kota Samarinda.
ADAKAH.ID – Meningkatnya tensi geopolitik global memicu ketidakstabilan nilai tukar bakal menjadi ancaman serius bagi perekonomian seluruh dunia. Bahkan sejumlah pakar ekonom memprediksi adanya potensi terjadinya krisis ekonomi, dikarenakan konflik di Timur Tengah terus berlanjut dan terus meluas.
Dalam situasi ini Indonesia dinilai menjadi salah satu negara yang berpotensi menjadi negara yang terdampak dari akibat konflik panjang tersebut. Mengingat negara Indonesia merupakan negara yang bergantung pada aktivitas impor energi, hal ini menjadi memperburuk keadaan negara Indonesia dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dollar terbilang masih tinggi.
Pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan yang tidak berdampak luas dan bahkan dapat menjadi ancaman bagi sektor industri lainnya, misalnya seperti ; program harga gas murah untuk industri, atau dikenal sebagai (HGBT) Harga Gas Bumi Tertentu.
Kebijakan Subsidi HGBT ini lahir dari masa covid -19 dan pandemi pun sudah berakhir pemerintah harusnya sudah mulai menyeleksi beberapa kebijakan yang kemudian mengurangi pendapatan/penerimaan negara disusul dengan aktivitas permintaan konsumsi BBM yang terus meningkat yang berakibat pada peningkatan APBN negara.”
Kemudian Melihat Potensi Negara Indonesia sedang dihadapkan risiko twin deficit seiring menurunnya neraca perdagangan. Sebuah kondisi dimana ekonomi mencatatkan pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal.
Badan Pusat Statistika (BPS) per-Februari mencatat surplus neraca perdagangan barang Indonesia turun USD1,13 miliar secara bulanan menjadi USD 0,87 miliar dibandingkan Januari 2024 sebesar USD2,02 miliar. Penerimaan negara juga dikhawatirkan cenderung menurun sejalan dengan normalisasi harga-harga komoditas.
Kondisi Geopolitik yang terjadi konflik di Timur-Tengah, Pemerintah Indonesia harus memikirkan beberapa kesiapanya untuk menghadapi ancaman tersebut yang mempengaruhi ekonomi dan subsidi energi hal ini bisa kita lihat dari konflik Iran & Israel yang masih bersitegang, dengan demikian berbagai industri di dunia lain menghadapi hal yang sama yakni peningkatan biaya energi.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lewat akun instagram pribadinya, @smindrawati mengatakan, bahwa sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 121 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, menteri ESDM melakukan evaluasi penetapan harga gas murah setiap tahun atau sewaktu-waktu.
Kementerian Keuangan bertugas memberi pertimbangan dari sisi penyesuaian penerimaan negara. Sebab, kebijakan HGBT didesain tak hanya agar mampu meningkatkan daya saing korporasi dan menguatkan perekonomian, tetapi juga tetap menjaga kesehatan APBN.
Kesehatan APBN kita penting untuk terus dijaga agar Indonesia mampu terus melanjutkan agenda pembangunan.